FanFiction (Justin D B)

Selasa, 19 April 2011

Im Sorry

Created By: Bieber Ann Potter
Character: Justin Bieber, Lily, Ann (female character), Chaz Somers, Ryan Buttler, Christian Beadles, Pattie Malette, Jeremy Bieber.
Rated: 15++

Chapter 3: I Tried to Change...

Justin’s POV
Rencana plang siang ini kurasa akan sedikit gagal. Mungkin aku akan tetap pulang, tapi hanya untuk memastikan bahwa tidak ada orang rumah yang tahu maslah sebenarnya, terutama Ann. Rumah sepi begitu aku sampai. Hanya ada Buffy—anjing milik Ann yang sedang bermain di halaman.
Namun saat aku sedang akan memasuki kamar, seseorang berbicara di belakangku.
“ apa yang terjadi sebenarnya?” tanyanya. Kupalingkan wajahku dan kulihat Ann dengan tangan disilangkan di dadanya.
“ what? ” Tanyaku.
“ that’s problem, its about Joe’s brother. “
“ u don’t understand. Ini terlalu sulit untuk dimengerti” ucapku menatapnya.
“ how difficult is? ‘till u not tell ur sister?”
“ yes” kubuka pintu dan masuk kamar. Menyingkirkan beberapa botol bir kosong dan menaruhnya di sebuah box.
“ what will u do? Again..” ucap Ann.
“ I’ll finish it” ucapku mengambil amplop coklat dari lemariku dan pergi.
“ Justin! “
Namun aku tetap pergi.
Aku kemudikan Range Roverku menuju rave yang kemarin aku datangi. Aku mencari Nathan. Dia ada di sudut ruangan dan sedang menghisap rokok bersama teman- temannya. Aku menghampirinya dan langsung membentak di hadapannya. Namun suasana rave yang sangat ramai membuat orang lain di sekitar kami tak terlalihkan pada kami.
“ why did u tell like that to my sister?” ucapku sambil mencengkram kerah bajunya. Dia menyeringai padaku.
“ that’s real right?”
“ apa yang kau inginkan?”
“ heh.. mudah. Ikut bergabung lagi. Karena keabsenanmu selama sebulan lebih dalam menjalankan operasi kita itu merugikanku sebanyak itu. Dan kupikir sebentar lagi juga kau akan butuh karena tubuhmu akan mulai menagih dan kau… tidak ada uang karena kuyakin Jeremy tak akan pernah memberimu. Kau harus bergabung lagi dengan kami. Kalau tidak, berarti kau pengecut.”
“ tapi aku tidak suka caramu memberitahukan hal itu pada adikku, dia tidak ada kaitannya dengan ini semua. “
“ kalau bukan adikmu yang mengatakannya kepadamu, kau tidak akan pernah datang bukan?” dia mengembangkan senyum liciknya. Dia mendorongku dan merapikan kerah bajunya yang tadi kucengkram. “ bagaimana?”
“ give me a lil’ time. Just until school test end. Dan ini uang untuk mengganti keabsenanku.“  ucapku sambil memberikan amplop coklat berisi uang padanya. Uang itu kudapatkan dengan membongkar brankas orang tuaku dan membocor sedikir rekening mereka.
“ OK. Only 2 weeks.”  Aku pergi meninggalkannya.
Memikirkan bertapa bodohnya aku. Dan kenapa aku harus terlibat dalam semua hal ini. Hal terbodoh yang pernah aku lakukan selama hidupku. Saat itu aku benar- benar membutuhkan barang itu. Estacy. Barang yang membuat aku terjebak dalam masalah ini seumur hidupku.
Malam itu, aku meringkuk kesakitan di rumah Chaz. Persediaan estacyku sudah habis dan aku tidak tahu harus meminta kemana lagi, sedangkan Chaz juga tidak memilikinya. Dan dia datang, Nathan. Chaz meneleponnya dan menyuruhnya datang. Membawa apa yang aku butuhkan namun dengan syarat aku harus bergabung dengannya. Merampok, memperdagangkan estacy, dan hal lainnya. Aku menyanggupi saja waktu itu, yang penting rasa sakit yang menusuk- nusuk itu hilang. Awalnya memang aku biasa saja melakukan hal itu. tapi lama kelamaan aku bosan. Selain itu Ann selalu berharap padaku untuk menjadi baik.
Dan sekarang aku benar- benar terjebak. Nathan selalu memojokanku. Mengancam akan menjebakku, jika aku tak melakukan apa yang dia mau. Tapi aku yakin, tanpaku dia tak akan pernah bisa melakukan ini semua. Karena tanpaku dia tidak akan bisa membobol kunci brankas ataupun memecahkan code karena hanya aku yang tahu caranya. Teman- teman Nathan juga sama brengsek dan bodohnya.
Tapi untuk soal menjebak seseorang, Nathan sangat licik. Dia tidak akan segan- segan untuk melaporkanku ke polisi dan memutar serta mengarang fakta. Dia ahlinya berbohong. Dan di setiap operasi, dia selalu cuci tangan setelah operasi itu selesai. Seolah kejadian itu hanya dilihatnya, bukan dilakukannya.
 Aku masuk ke dalam Range Roverku dan menelungkupkan badanku ke stir. Merutuki diriku sediri. Kukeluarkan beberapa butir obat penenang dan menenggaknya langsung tanpa air dan merasakan obat itu sempat tersangkut di kerongkonganku. Langsung saja kujalankan mobilku entah kemana. Dan ditengah perjalanan, efek obatnya mulai terasa. Mataku mulai terasa berat dan ingin segera beristirahat, jadi kuputuskan untuk pulang ke rumah. Rumah sudah sepi, dan lampu yang menyala hanya lampu kamar Ann. Aku berniat lewat pintu belakang, namn tiba- tiba pintu depan terbuka dan Ann muncul dengan baju tidur birunya.
“ kau pulang?” tanya Ann. Matanya memerah karna masih terjaga hingga saat ini, kurasa.
“ ya.” Jawabku dengan mata yang sudah sangat berat.
“ kau tidak mabuk lagi kan?”
“ tidak.” Jawabku berusaha untuk tersenyum. “ kau sepertinya lelah, ayo masuk ke kamarmu. “ ucapku.
“ aku menunggumu pulang.” Gumamnya sambil kemudian mengunci pintu. Kami menaiki tangga menuju kamar kami dan masuk ke dalam kamar masing- masing.
Sesampainya di dalam kamar, aku langsung merebahkan tubuhku diatas kasur dan tanpa basa basi langsung tertidur pulas. Seperti biasa, tidur yang tanpa mimpi.
####
Keesokan paginya, aku bangun pukul 06:00. Sebuah rekor aku dapat bangun jam 6 pagi, karena tidak tahu akan melakukan apa, jadi kuputukan untuk mandi dan kemudian memakai seragam. Seragam? Hah… pakaian yang sudah lama tidak aku kenakan. Rasanya aneh memandang diriku di cermin memakai seragam. Lalu seseorang mengetuk pintu kamarku.
“ masuk” dan kulihat Ann sudah memakai seragam juga sama seperti aku.
“ wow, mimpi apa kau semalam?” tiba- tiba Lily melongokkan kepalanya dari balik pundak Ann. Ann tersenyum memandangku.
“ I dreamed to kick ur ass, dumbass.” Ucapku pada Lily. Dia hanya cekikikan lalu pergi.
“ sarapan?” tanya Ann.
“ ya..” ucapku sambil memutar bola mataku. Meraih tas dan menggandeng tangan Ann ke bawah.
Mom dan dad memandangku dengan sebelah mata. Lalu segera menghabskan sarapan. Dad bangun dan langsung mengambil jas dan tasnya.
“ aku berangkat.” Ujarnya lalu pergi. Begitu pula mom. Mereka selalu pergi terlebih dahulu.
“ ada beberapa kaleng sup macaroni di lemari.” Ujar mom sebelum pergi. Mereka berdua pergi begitu saja. Tanpa salam, tanya acara cium pipi pada, setidaknya kedua adikku, atau memberikan semangat sekolah. Mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri.
“ ayo, berangkat.” Ucapku memecah keheningan.
“ ayo.” Sahut Lily sambil mengambil tasnya.
Ann bangun dari kursi dan langsung mengikuti kami aku dan lily yang sedang menuju Range Roverku.
Lily duduk di belakang sedangkan Ann di sampingku. Kami pergi ke sekolah bersama. Pergi ke tempat yang rasanya asing buatku.
Kami berpisah. Aku pergi menuju ke kelasku. Kulihat beberapa orang menatapku memasuki kelas.
“ masuk Biebs?” tanya Bruce.
Aku hanya tersenyum samar padanya. Kemudian duduk di kursi yang masih kosong di pojok belakang kelas. Bel masuk berbunyi dan guru pertama masuk. Dan dia terkejut begitu mendengar aku mengatakan present saat namaku disebut.
“ kemajuan yang bagus, Mr. Bieber. “ ucapnya.
Dan hari itu aku lalui dengan cukup tidak menyenangkan. Karena aku begitu ketinggalan banyak pelajaran. Aku pun memutuskan untuk meminjam beberapa buku di perpustakaan, dan mempelajarinya selama sisa 2 minggu ini.
Selama dua minggu aku benar- benar berusaha untuk bisa belajar.
####
Malam ini sunyi. Semua orang sedang pergi. Dan dan mom pergi dengan urusan mereka sendiri. Sedangkan Lily dan Ann ada latihan piano. Otakku sedang berusaha keras untuk bisa mencerna semua pelajaran itu. Tiba- tiba telepon genggamku bergetar. Kulihat nama Jennifer tertera di layar telepon. Kuangkat dan kudengar suaranya yang ceria.
“ hi, Justin.  Kau... sibuk ya?” tanyanya.
“ yah... begitulah.”
“ mungkin kau butuh sedikit refreshing.”
“ ya... kurasa.”
“ datang ke taman sekarang. Aku sedang ada disana. Di bawah pohon ek. “
“ ok. Aku kesana. Tunggu aku.” Ucapku lalu segera membereskan buku- bukuku dan pergi.
Suasana taman tidak begitu ramai malam ini. Kulihat Jenny duduk sendiri di bawah pohon ek. Begitu melihatku, dia langsung bangkit.
“ hi. Lama tak melihatmu.”
“ ya... me too.” Ucapku langsung memeluknya. Dia balas memelukku.
“ oh ya, what will we do?” tanyaku.
“ ya... whatever. “
“ mau kutraktir burger?” tanyaku.
“ terserah padamu. “ ucapnya seraya tersenyum padaku.
Kami pergi ke kedai dekat taman dan memesan burger serta minuman. Lalu membawanya ke bangku taman di bawah pohon ek tadi, dan makan bersama. Kami bercanda, tertawa, setidaknya dapat menghilangkan penatku. Jenny mengeluarkan sebungkus rokok lalu mengambilnya satu dan menawarkannya padaku.
“ mau?”
“ thanks.” Ucapku seraya mengambilnya satu. Lalu dia menyulut rokok di bibirku dan menyulut rokoknya sendiri.
“ rave tidak begitu menyenangkan lagi. Nathan dan anak buahnya menguasai rave. Mereka menyebalkan.” Ucapnya.
Nathan... nama yang paling aku benci di dunia.
“ Justin.”
“ ya?” sahutku lalu menatapnya. Dia menatapku. Matanya menatap tepat kearah mataku. Lalu wajahnya semakin mendekat padaku. “ please, dont leave me.” Dia berbisik.
“ i’ll never do it.” Lalu dia mencium bibirku. Rasanya aneh karena asap rokok masih ada di mulutnya.
Malam itu, benar- benar malam yang menyenangkan di sela- sela malam- malamku yang menyebalkan.
####
Ujian akhir dilaksanakan hari ini. Aku benar- benar harus berusaha keras untuk menyenangkan hati Ann, dan mungkin sebagian kecil diriku sendiri.
“ good luck justin” ucap Ann.
“ ya, thanks.”
Dan hari itu, aku benar- benar bertarung dengan otakku. Dan hal itu terjadi selama seminggu. Dan setelah ujian selesai, Ann memelukku dan mengecup pipiku.
“ kita tinggal menunggu hasil. Akhirnya kau menyelesaikannya.”  Ucapnya. Kugendong dia di punggungku dan dia tertawa.
“ maafkan aku, aku tidak bisa membuatmu bahagia seutuhnya.” Ucapku dalam hati. Karena malam ini, aku harus menemui Nathan dan memulai operasi lagi.

to be continued..

Im Sorry
Created By: Bieber Ann Potter
Character: Justin Bieber, Lily, Ann (female character), Chaz Somers, Ryan Buttler, Christian Beadles, Pattie Malette, Jeremy Bieber.
Rated: 15++

Chapter 2: My Fault
...
Aku terbangun saat teleponku berbunyi dan kulihat di layarnya tertera nomor Ann. Kuangkat teleponku, dan kudengar suara Ann.
“ kau ada dimana sekarang?” tanyanya.
“ ehm… di rumah temanku. Ada apa?”
“ kau tidak masuk sekolah? Bukankah sebentar lagi kau menghadapi ujian akhir?” tanyanya.
“ ehm… aku tidak masuk. Tenang saja, aku akan tetap ikut ujian akhir. Lagi pula itu kan masih 2 minggu lagi.” ucapku.
“ ya sudah. Bye.” Ucapnya langsung memutus sambungan. Aku memutuskan akan pulang siang ini.
Aku menghela napas. Kulihat, disampingku Jenny masih tertidur lelap sementara Chaz dan Ryan sudah bangun sama sepertiku.
“ apa yang akan kau lakukan hari ini, Biebs?” tanya Ryan dengan wajah masih merah dan mata yang masih memerah juga akibat mabuk semalam.
“ Tidak ada. Tapi kurasa aku akan menghabiskan waktu disini hingga nanti siang. Aku ingin pulang.”
“ pulang? Seorang Justin akan pulang ke rumah dengan keiginannya sendiri?” ucap Chaz sambil menyeringai.
“ ya. Aku ingin pulang dan tolong jangan ganggu aku hari itu. Aku ada urusan.”
“ kau mau merampok orang tuamu secara besar- besaran? Ajak aku kalau begitu.” Ucap Ryan.
“ no, jackass. Aku hanya ingin… pulang. Ya, just that.”
“ oh, OK. “ ucap Ryan lagi.
Hari semakin beranjak siang. Chaz dan Ryan pergi keluar untuk membeli makanan. Aku memutuskan untuk mandi, mendinginkan kepalaku, dan juga menghilangkan penat. Setelak keluar dari kamar mandi, kulihat Jenny sudah bangun dan menatapku yang hanya bercelana panjang.
“  hasil latihan di Gym beberapa miggu lalu ternyata lumayan.” Ucapnya.
“ haha,, thanks.” Balasku. “ mana Chris?” tanyaku sambil mengenakan kaos hitam milikku.
“ dia pulang. Dia ingin mengambil beberapa barangnya. Dan tadi, dia pergi dengan gadis bar itu. Gadis itu menjijikkan dan aku lebih jijik lagi melihat betapa Chris begitu tergila- gila.” Jawabnya sambil turun dari tempat tidur. Mendaratkan ciuman lembut di pipiku. “ aku tidak semenjijikkan dia bukan?”
“ tentu saja tidak. Kau tidak seperi gadis bar itu. U’re… perfect.” Jawabku sambil menyeringai.
“ haha… shit. That’s bullshit. Nobody perfect, Justin. “
“ ya,,,”
“ kau mau pulang hari ini?” tanya Jenny.
“ ya. Siang ini.” Ucapku.
“ baiklah. Kurasa aku juga begitu. Mom akan sangat marah besar. Haha… memang dia peduli?” Jenny tertawa ringan dan melangkah ke kamar mandi.
“ mau kuantar sampai rumahmu?”  Tanyaku, kemudian menenggak air putih yang ada di atas meja.
“ boleh. “ ucapnya sambil tersenyum kemudian menghilang di balik pintu kamar mandi.
 ####

Ann’s POV
Justin tidak masuk sekolah lagi hari ini. Aku sangat khawatir pada nilainya. Dan bagaimana dia bisa melalui SAT. Paling tidak, dua minggu sebelumnya dia harus benar- benar mempersiapkan diri. Walaupun abangku tidak pernah masuk sekolah dan tak pernah belajar, kuyakin sebenarnya dia sangat pintar. IQnya saat kami masih dia sekolah dasar cukup tinggi. Diatas rata- rata dan termasuk yang tertinggi di kelasnya, serta sering menjadi juara kelas. Dan saat itu, dia… belum seperti sekarang ini.
Dulu, dia begitu peduli padaku. Sering mengajakku jalan- jalan, pergi ke taman, atau bahkan mengajariku mata pelajaran yang tak aku bisa. Tapi itu dulu. Dan sekarang,, tidak lagi.
Aku tersadar dari lamunanku. Taksi yang kutaiki sudah sampai di depan sekolahku. Aku pun mengambil tas dan keluar setelah membayar.
Aku sedang melangkah masuk ke dalam kelas dan seseorang mencegatku.  Laki- laki bertubuh besar dengan baju seragam di keluarkan dan sepatu yg dipakai asal- asalan. Joe.
“ apa maumu?” ucapku.
“ mana kakakmu? “
“ apa urusanmu, Joe?”
“ heh..” senyum liciknya mengembang. “Abangmu itu punya hutang pada kakakku, Nathan. “
“ memangnya Justin berhutang apa?” tanyaku.
“ hutang uang dan urusan yang belum selesai.”
“ hutang uang?”
“ iya. Dia meminjam sebesar $3000 pada kakakku.”
“ tapi untuk apa?”
“ untuk apa lagi selain membeli obat- obat yang tubuhnya tagih, bodoh. “
“ a…ap – “ belum selesai kata- kataku, Joe memotong.
“ suruh kakakmu datang ke rave malam ini dan suruh dia temui abangku. Katakan padanya kalau dia tak datang, dia benar- benar pecundang.”
Joe pergi meninggalkan aku yang masih tak mengerti dan bingung. Justin tidak pernah bilang kalau dia berhutang. Kenapa dia tak memintanya pada dad—apa yang aku pikirkan, dad tak akan pernah memberinya, $3000? Aku harus meneleponnya nanti.
###
Siangnya, kutelepon Justin. Butuh beberapa detik sebelum dia mengangkatnya.
“ Justin, kau dimana?”
“aku sedang di jalan. Ada apa?”
“ Joe, adik Nathan, kau tahu kan. Aku yakin kau pasti tau. Dia mengatakan kalau kau punya hutang padanya $3000, apa itu benar?”
“ shit.. “ kudengat Justin mengumpat. “ tidak. Don’t mind it.”
“ Just__” Justin memutus teleponnya.
Im Sorry
created by: Bieber Ann Potter
Character: Justin Bieber, Lily, Ann (female character), Chaz Somers, Ryan Buttler, Christian Beadles, Pattie Malette, Jeremy Bieber.
Rated: 15++

Chapter 1: Im Really a Bad Brother
...
notes: im sorry for u guys whos low than 15. sorry u cant read it.. haha.. hope you enjoyed it!

Justin POV
Cahaya matahari masuk melalui sela- sela tirai, langsung menerpa wajahku. Membuatku terbangun dari tidur yang tanpa mimpi. Jam menunjukkan pukul 08:00 dan hari ini adalah hari minggu. Mabuk semalaman dan menelan beberapa pil bukan ide yang bagus karena sekarang aku merasa pusing.
Telepon genggamku yang berada di meja bergetar, kulihat nama Chaz tertera di layar telepon genggamku.
“ hey, whats up, bro?” tanyaku.
“ free tonight?” tanya Chaz balik.
“ always free,” ucapku.
“ ok. Kita tunggu nanti malam di tempat biasa. Jessica punya barang baru. “ ucap Chaz.
“ ok. See u then” ucapku memutus percakapan singkat dengan Chaz.
Akhirnya ada yang mengajakku pergi malam ini. Pergi dari rumah yang sudah benar- benar seperti neraka. Setiap hari orang tuaku bertengkar. Mereka tidak peduli padaku dan adik- adikku. Adik- adikku hanya bisa memandang kedua orang tuaku dengan mata yang hampir mengeluarkan air mata, dan lari ke kamar. Sedangkan aku, yang mencoba melerai mereka, malah terkena pukulan tangan dad yang besar di rahangku. Aku sudah muak. Rasanya ingin kusingkirkan mereka berdua.
Aku turun ke dapur. Mencoba menemukan sesuatu yang dapat kumakan. Kulihat kedua adikku, Lily dan Ann sedang duduk- duduk di meja makan.
“ wake up huh, sleepy head?” sapa Lily. Earphone terpasar di telinganya dan dia sedang memakan sereal sementara Ann sedang membaca novelnya.
Lily dan Ann. Dua karakter yang berbeda tapi dapat selalu akur. Lily adalah anak yang keras kepala  cerewet, dan masa bodo pada beberapa hal. Tapi, jika melihat mom dan dad bertengkar, imagenya sebagai anak yang keras luntur. Menjadi anak lemah yang hanya bisa menangis.
Sedangkan Ann, dia anak yang pendiam namun kurasa lebih tegar dibandingkan Lily. Dia kutu buku dan yang paling dekat denganku. Entahlah, tapi dia begitu menyayangiku. Menganggapku adalah abang terbaik di seluruh dunia. Dan aku tidak bisa mewujudkan keinginannya.
Aku hanyalah seorang cowok brengsek yang sering pergi dan jarang kembali. Nilai sekolahku tak pernah ada karena aku tak pernah hadir. Senang pergi ke club, mengencani banyak gadis, pemabuk sekaligus pecandu. Benar- benar abang yang buruk.
Setelah selesai memakan setangkup roti dan menenggak langsung susu dari kotaknya, aku kembali ke kamar. Dan kudengar Lily menyindir.
“ dasar jorok. Tidak punya adab.”
Sesampainya di kamar, aku langsung menyambar handuk dan mandi. Aku membiarka air shower membasahi seluruh tubuhku. Merasakan air mengalir di wajahku. Mendinginkan kepalaku. Setelah itu, aku berpakaian, kaos hitam dan celana jeans. Tidak begitu buruk. Dan seseorang mengetuk pintu kamarku.
“ come in.” ucapku, dan Ann muncul dengan novel tergenggam di tangannya.
“ kau pergi lagi malam ini?” tanyanya.
“ tentu. Ada apa? Kau mau ikut?” tanyaku balik dengan pertanyaan yang jawabannya sudah pasti akan dijawab Ann demikian.
“ tidak. Hanya saja jika kau tidak pergi… aku ingin mengajakmu pergi ke.. mungkin menonton film atau… entahlah.” Ucapnya menunduk.
“ Ann…”
“ karena kurasa.. kita sudah sangat jarang melakukan berbagai hal bersama. Tapi kalau kau tidak bisa ya… tidak apa. Hanya saja… aku… aku rindu abangku.” Ucapnya langsung memelukku. Butuh beberapa detik untuk merespon pelukannya. Kemudian kuelus pundaknya. Dan dia duduk di kasurku.
Aku berpikir. Ah.. aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri. Sampai melupakan adik yang selalu menyayangiku, adik yang selalu mengharapkanku menghabiskan waktu dengannya. Adik yang selalu menganggapku yang terbaik. “ kalau kau mau, kita bisa jalan siang ini.” Ucapku sambil tersenyum.
Ann mengangkat wajahnya dan memandangku. Namun tiba- tiba matanya beralih ke rak televisi di belakangku.
“ kau mabuk lagi ya, semalam?” tanyanya.
Kutengokan kepalaku ke belakang dan melihat sebotol bir yang masih setengah terisi. Aku hanya diam.
“ tidak sehat. Kau merusak dirimu sendiri.” Ucap Ann.
Lalu kualihkan pembicaraan. “ kau mau kemana? Mau nonton film, atau berjalan- jalan ke mall?” tanyaku.
“ bagaimana kalau menonton film. Ada film baru yang ingin kutonton.” Ucap Ann. Bibirnya menyunggingkan senyum.
“ bagaiman dengan Lily? Dia mau ikut?” tanyaku.
“Lily ada janji dengan pacarnya. “ jawab Ann.
“ yasudah, kau siap- siap sana.” Ucapku.
“ terima kasih Justin. Abangku yang baik” ucapnya dan dia mengecup pipiku sebelum pergi.
Dan untuk kesekian kalinya, aku merasa benar- benar abang yang buruk.
Pukul 11:00, kulihat Ann sudah siap dengan kaos biru dan jeans skinny hitam.
“ berangkat?” tanyaku, Ann mengangguk.
Kusambar kunci Range Roverku dan pergi dengan Ann.
Kami begitu menikmati siang itu. Kami menonton film hampir 3 jam, dan setelah itu kami mampir di Starbucks untuk sekedar minum kopi dan makan beberapa potong donat.
“ senadainya kau selalu melakukan hal ini denganku.” Ucap Ann.
“ maafkan aku…” ucapku merasa bersalah.
“ tidak apa. Aku puas…” ucap Ann sambil tersenyum dan menggigit donatnya.
Jam menunjukkan pukul 4 sore.
“ Ann, kurasa kita harus pulang sekarang. Aku ada janji.” Ucapku. Kami pun segera pulang.
###
Malamnya, aku bersiap pergi ke tempat biasa Chaz dan yang lainnya menunggu.
Aku menyambar kunci dan hendak keluar. Kulewati begitu saja mom dan dad yang sedang sibuk dengan urusan masing- masing. Lalu tiba- tiba dad berdiri.
“ kau mau kemana, Justin?” tanya dad. Aku tidak peduli dan terus melangkah.’ Kutanya, MAU KEMANA KAU, JUSTIN DREW BIEBER?” Tanya dad dan kali ini dengan intonasi yang meninggi.
“ sejak kapan kau peduli, Jeremy.” Ucapku menantang.
“ kau…”
Sebelum dad menyelesaikan kata- katanya, aku sudah melesat pergi. Range Roverku melaju kencang meninggalkan rumah. Yang kuinginkan saat ini hanya bersenang- senang.
Chaz, Ryan, dan Christian sudah menungguku. Tepatnya di depan sebuah rave.
“ lama sekali.” Ucap Ryan.
“ biasa. Ada gangguan. Jeremy mencegatku di pintu. “ ucapku. “ mana Jessica?”
“ dia didalam. Ayo masuk.” Ucap Chaz.
Kami memasuki rave dan mencari Jessica. Dia berada di pojok ruangan dengan rokok di tangannya dan seorang laki- laki memeluk pinggangnya.
“ hei, Nathan. Bisa pergi sebentar. Kami ada urusan dengan Jess.” Ucap Christian.
“ ok. Sampai nanti, Babe.” Ucap Nathan. “ kau datang juga, Biebs?” tanya Nathan sambil menyeringai padaku dan kemudian pergi.
“kau bawa barang yang kemarin kupesan kan?” tanya Chaz.
“ tentu saja. “ ucap Jessica seraya mengeluarkan sebuah plastic bersegel berisi beberapa butir pil. Estacy..
“ berapa semua?” tanya Chaz sambil menerima bungkus yang diberikan Jess.
“ $100 khusus untukmu. “ ucap Jess.
“ ini. “ Chaz memberikan uang kepada Jess dan kami pergi.
“ kita mau kemana lagi?” tanya Ryan.
“ kita ke club kemarin, kita bersenang- senang malam ini.” Ucap Christian. “ aku ingin bertemu cewek kemarin malam.” Ucapnya sambil tersenyum.
Lalu, seorang cewek datang . “ Justin.” Ucapnya. Itu adalah Jennifer.
“ hey, Jenny” ucapku seraya mencium pipinya. “ mau ikut? Kami akan ke club dekat mall.” Ucapku. Dia memegang pinggangku dan kemudian berkata, “ tentu saja, Biebs.”
Dan kami pun pergi ke club bersama. Disana Christian bertemu Cindy, cewek yang diincarnya kemarin. Dan mereka langsung berciuman malam itu. Sementara Chaz dan Ryan bersama pacar mereka. Kami minum sepuasnya dan menenggak beberapa butir Estacy yang diberikan Jess pada kami. Aku benar- benar merasa malam itu begitu indah.
OUR LOVE
Created By: Bieber Ann Potter
Character: Justin bieber, Chaz somers, Ryan Buttler, Christian Beadles, female Character, Scooter Braun, Pattie

NOTE: Haha... ini akhirnya saya menulis cerita. i hope you enjoy it!
...
When u walk alone and someone come to u…
When u need him or her, they always stay at ur side
When u get down, they’ll do anything for u…
Although…

Pagi awal musim panas begitu menyenangkan. Karena aku bisa bermain sepuasnya di bawah teriknya matahari. Suatu hal yang sangat menyenangkan bagi seorang gadis kecil berusia 6 tahun sepertiku. Biasanya dad akan membuatkanku boneka- boneka lucu dari ilalang yang tumbuh begitu banyak saat musim panas. Sedangkan mom akan membuatkan pancake dan juice- juice segar.  Bisa dibilang, keluargaku begitu cukup bahagia.
Dan pagi itu, kulihat mobil pengangkut barang berhenti tepat di depan rumahku. Tepatnya di depan rumah yang berada di depan rumahku. Rumah itu sudah lama kosong dan kurasa sekarang akan ada peghuninya. Kulihat seorang anak laki- laki berambut coklat pirang keluar dari mobil yang berada di belakang mobil pengangkut barang bersama dengan ibunya.
“Kurasa aku akan punya teman baru yang cukup menyenangkan.” Pikirku
“ kurasa kita harus menyiapkan kudapan untuk tetangga baru kita, harrold.” Ucap mom pada dad yang sedang membaca Koran.
“ ya, akan kubatu setelah aku meyelesaikan Koran ini.” Ucap dad sambil menyeruput tehnya.
Kulihat anak laki- laki itu berjalan keluar pagar disela- sela parapekerja yang sedang mengangkat barang- barang. Aku ingin menghampirinya. Kubuka pintu pagar dan berlari menghampirinya.
“ hei, you.” Seruku. Anak laki- laki itu menoleh kerahku. Matanya yang hampir tenggelam dalam poni panjangnya menatapku.
“ hi”
“ new neighbor?” tanyaku bodoh
“ ya.. I come from Statrford.” Ucapnya
“ wow.. dimana itu tepatnya?” tanyaku dengan lugu.
“ Canada.” Ucapnya pendek
“ aku tahu, kurasa cukup jauh dari sini.”
“ tentu saja. Kami menghabiskan berjam- jam dalam mobil yang membosankan”
“ well, whats ur name?” tanyaku
“ Justin. Justin Bieber”
“ Anna”
“ Anna, what?”
“ Anna Brooklands” ucapku
“ nice to meet u, anna”
“ me too.” Jawabku. “ mau main?” kurasa kau belum kenal siapapun disini akan kukenalkan kau pada Chaz, Ryan, and Chris. They’ll be ur friends too here” ucapku sambil menariknya ke playground dekat rumahku.
“ Chaz, Ryan, Chris, come here. We got the new friend” seruku
Mereka datang dan langsung mengajak Justin berkenalan.
“ Chaz” ucap Chaz memperkenalkan diri.
“ Justin “
Setelah semuanya memperkenalkan diri, kami menarik tangan Justin ke dekat arena bermain.
“ what we wanna playin now?” Ryan ask
“ how about “hide-and-seek”??” usulku.
“ ok, we’ll play it” ucap Chris.
Kami pun bermain hide-and-seek hingga sore, dan kami tertawa bersama.
Malamnya aku ikut bersama orang tuaku mengantarkan kudapan untuk tetangga sekaligus teman baruku. Justin hanya tinggal berdua dengan ibunya, Mrs. Pattie.  Dari yang aku dengar, Mrs. Pattie dan Mr. Bieber telah bercerai sejak Justin berumur  2 tahun. Dan masalah mulai berlanjut, sehingga mereka memutuskan pindah dari Startford. Sungguh malang, pikirku.
Justin masuk ke sekolah yang aku, Chaz, Chris, dan Ryan masuki. Dia sekelas dengan kami. Kami bersahabat semakin dekat. Dan ternyata Justin cukup pintar dalam berbagai mata pelajaran. Selain itu, dia juga pandai bermain terompet, gitar, dan piano. Dan akhirnya aku juga tahu kalau dia juga pandai dalam memainkan drum. Wali kelas kami, Mrs. Cyntia menunjuknya sebagai pemimpin paduan suara kelas.
####
Waktu terus berjalan, dan persahabatan kami semakin begitu dekat. Dan itu semua berjalan hingga SMA. Justin begitu sangat mengagumkan. Dan aku mulai merasakan perasaan yang lain merasuki diriku bila aku bersama dengannya. Perasaan yang selalu membuatku merasa nyaman ketika berada di dekatnya. Hh… aku piker, aku menyukainya, menyayanginya lebih dari seorang sahabat.
Siang itu, kami semua berkumpul di rumah Justin. Kami mendengar rencananya untuk mengikuti sebuah kontes menyanyi yang diadakan di lingkungan kami. Dan saat kami tiba, kami disambut dengan kue renyah buatan Mrs. Pattie yang sangat kami sukai.
Tapi, Justin masih ada di kamar mandi dan sambil menunggunya kami berempat mengobrol.
“ hei, Chaz, bagaimana pertandingan basketmu kemarin? Kudengar kau bertanding dengan Scooter ” tanyaku
“ ah, payah. Tim Scooter bermain curang. Lagipula tim Chaz tidak cukup tinggi untuk menandingi Scooter. Mereka lebih pendek darinya” jawab Ryan.
“ enak saja. Mereka memang curang. Memang sih mereka lebih tinggi. Tapi tidak begitu ah. Lagipula mereka kan senior. Apa yang bisa kau harapkan sebagai anak kelas satu pecundang?” gerutu Chaz.
Lalu, Justin masuk sambil menenteng gitar acousticnya.
“ maaf lama. Aku butuh waktu beberapa menit untuk merapihkan kamarku.. dan diriku.” Ucapnya lalu duduk dan mulai memetik gitarnya asal. “ mau dengar laguku? Aku membuatnya khusus untuk kalian.” Ucapnya samba tersenyum lebar.
“ tentu. Kami ingin mendengarnya. Iya bukan?” ucapku. Chaz, Ryan dan Chris mengangguk.
“ ok, lets go” ucap Justin mulai memetik gitarnya dengan nada yang begitu disusun indah. Lalu suaranya yang begitu indah mengalun.
When u feel alone
Don’t be sad
They’ll come to you
Your friends
They’ll come to you
Bring the sad gone
Make smile on your face
Make u laugh
Cause they’re ur best friend
Ur best friend forever…
Dan dia terus mengalunkan lagu itu. Dengan suaranya yang bagai malaikat di telingaku. Dan saat lagunya akan berakhir, dia memandang kami semua dan menyebutkan nama kami satu ersatu.
“ they’re Chaz, Ryan, Chris, and Anna… my best friend forever…” dan lagunya pun berakhir.
“ kapan lombanya akan diadakan?” tanya Ryan.
“ tanggal 1 maret nanti. Tepat saat ulang tahunku yang ke 14. “ jawab justrin dengan senyum mengembang di wajahnya. Dan itu membuatku benar- benar… tanpa terasa pipiku memerah.
“ hei, ada apa Anna?” tanya Chist.
“ no.. nothing.”
Dan kami terus bergurau hingga hari hampir gelap.
###
1 maret…
Kami semua sudah siap untuk pergi ke tempat Justin akan melakukan pertunjukkan. Justin begitu gugup dan begitu pula kami. Kegenggam tangan Justin yang terasa dingin dan sedikit bergetar. Dan dia memandangku.
“ im sure, it’ll be ok. Im sure u can.” Ucapku sambil tersenyum. Dia balas meremas tanganku dengan jemarinya yang berkeringat.
“ thanks” ucapnya.
Sesampainya di gedung pertunjukkan, Justin langsung menuju belakang panggung tempat para peserta berkumpul. Sedang aku dan yang lainnya duduk di bangku penonton yang paling depan.
Menit demi menit berlalu. Kami saling menautka jri dan berdoa agar Justin dapat melakukan yang terbaik. Dan tak lama, gilirannya dimulai. Dia menyanyikan lagunya dengan penghayatan yang begitu membuatku terpukau. Mrs. Pattie merekamnya dan juga merasa bangga akan putranya. Justin begitu sempurna malam ini.
Setelah semua peserta tampil, peserta diperbolehkan untuk duduk di bangku penonton. Kami menyabut Jutin dengan senyum lebar di wajah kami.
“ that was perfect.” Ucapku padanya. Dia membalasnya dengan senyuman.
Pengumuman hasil penilian diumumkan. Kami begitu berdebar- debar. Dan ternyata, Justin berhasil meraih juara pertama. Kami semua memeluknya dengan erat.
“ congratulation” ucap kami padanya.
###
Selang beberapa hari setelah perlombaan, Justin mendapat tawaran untuk bekerja di kafe yang cukup terkenal di kota sebagai penyanyi paruh waktu.
“ kau akan menerima tawaran itu?” tanyaku pada justin saat kami berdua merjalan- jalan di taman. Chaz, ryan, dac Chris sedang ada urusan, sehingga kami hanya tinggal berdua.
“ entahlah. Tapi kurasa ya. Ini kesempatanku buka? “ jawabnya.
“ ya.” Aku memandang mata coklatnya yang begitu indah. Dia balik menatapku.dan pipiku mulai bersemu merah. Kupalingkan wajahku agar dia tak bisa melihat wajahku yang memerah. Lalu kugenggam tangannya. Mengayun- ayunkannya ringan. Sambil merasakan angin yang lembut menerpa wajah kami.
###
Tepat saat ulang tahun Justin yang ke 16, kami semua mengajaknya pergi ke taman tempat kami sering bermain waktu kecil melakukan kejutan untuknya dan tertawa hingga perut kami sakit. Saling menempelkan krim kue di wajah teman yang lain. Lalu tiba- tiba, Justin menarik tanganku menjauh dari Chaz, Ryan, dan Chris yang sedang asik sendiri.
“ apa yang…”
“ sttt…’ ucapnya sambil meletakkan telunjuknya di bibirku.
“ aku ingin mengatakan sesuatu padamu.” Ucapnya. “ tapi aku harap ini tidak akan merusak persahabatan kita. Aku ingin persahabatan kita tetap bertahan sampai kapanpun. Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku… aku… aku menyukaimu.”
Aku tidak percaya dia menyatakan hal itu. Selama ini, kukira hanya aku yang menyukainya. Kukira selama ini rasa yang aku rasakan hanya bertepuk sebelah tangan.
“ Justin…”
” maaf kalau aku terlalu terburu- buru dan tak memikirkannya lebih lanjut. Tapi, setidaknya aku telah mengatakannya. Tidak apa kalau kau tak menerimaku…”
“ aku menerimanya” tanpa terasa kata- kata itu meluncur begitu saja dari mulutku.
“ benarkah?”
“ hmmmm.” Ucapku sambil tersenyum. Lalu, Justin mendekatka wajahnya kearahku dan mencium pipiku dengan lembut. Aku tersenyum dan memandang lurus ke mata coklatnya yang juga mentapku.
Namun, tiba- tiba Chaz dan Ryan menempelkan krim ke wajahku dan Justin. Sementara Chris hanya tertawa melihat kami.
“ sedikit krim untuk hari jadian kalian” ucap Chaz.
Kami semua tertawa.
###
Kebahagiaan kami tak berlangsung lama. Justin mengalami musibah. Ibunya, Mrs. Pattie mengalami kecelakaan yang serius dan keilangan banyak sekali darah. Justin tak henti- hentinya menjaga ibunya dan berusaha agar ibunya cepat sembuh. Namun, ternyata nasib berkata lain, Mrs. Pattie meninggal tepat saat Justin berhasil menyeleaikan ujian SATnya.
Justin begitu shock. Karena ibunya adalah satu- satunya kerabat yang dia miliki. Seluruh keluarga justin dari ayahnya sudah benar- benar memutuskan hubungan, sedangkan keluarga dari ibunya sudah tidak ada karena Mrs. Pattie adalah anak tunggal sedangkan kedua orang tuanya sudah meninggal sejak lama.
Juatin begitu shock hingga tak mau bicara. Dia selalu mengurung diri di kamarnya. Tidak mau makan, minum, apalagi berbicara dengan kami. Kami begitu prihatin padanya. Wajahna selalu terlihat kusut, dengan mata yang sudah benar- benar kehilangan kehidupan.
Walau akhirnya kami berhasil menyuruhnya makan barang sedikit, tapi kami belum berhasil membuatnya berbicara. Jika kami mengajaknya berbicara, yang dilakukannya hanya menatap kami kosong atau hanya menatap lurus kebawah sambil memegangi lututnya di depan dada.
“ Justin… kumohon… bicaralah padaku. Aku tahu kau sedih kami juga turut sedih … tapi kumohon…. Jangan menyiksa dirimu sendiri” ucapku. Justin hanya diam. Kupeluk erat tubuhnya dan dia tak membalas pelukanku. Matanya hanya memandang kosong. Aku menangis di pundaknya yang begitu kaku.
###
Sudah hampir tiga bulan Justin benar- benar tak mau bicara. Kesedihannya belum juga hilang. Aku tahu, dia mengalami kehilangan yang begitu menyedihkan. Ditinggalkan orang satu- satunya yang dia miliki. Tapi aku juga prihatin melihatnya. Berkali- kali saat tengah malam disaat aku sedang menungguinya, dia membenturkan kepalanya ke dinding. Aku mencoba menariknya, tapi tenaganya jauh lebih kuat dariku.
 Justin benar- benar terlihat seperti mayat hidup. Kulitnya benar- benar pucat karena tak pernah tersentuh sinar matahari sekian lama. Rambut coklatnya berantakan tak terurus dan matanya begitu hampa.
Orang tuaku memutusan untuk menanggung hidup justin atas permintaanku. Dan mereka dengan senang hati menerimanya. Aku dan orang tuaku selalu berusaha membuatnya buka mulut dan ‘mengembalikannya ke dunia’. Tapi, lagi- lagi usaha kami sia- sia.
Namun, suatu malam, saat aku setengah tertidur di samping ranjangnya, dia menyelimutiku dengan slimut yang ada di kasurnya. Aku kaget menatapnya dan langsung memeluknya, yang kali ini dibalas olehnya.
Keesokan harinya, Justin sudah mulai membenahi dirinya. Kurasa, Justin ingin bangkit dari kesedihan. Namun, dia masih belum juga mau bicara.
“ Justin, kumohon, bicaralah padaku.” Ucapku sambil menggenggam tangannya. Justin memandagku untuk sekian detik kemudian mulai membuka mulutnya dan mencoba bericara. Namun, tak terdengar apapun. Kurasa lidahnya kelu. Tapi, hingga sore kami mencoba, tak ada suara yang keluar dari mulut Justin, kecuali bisikan kecil yang hampir tak terdengar.
Haruskah ini terjadi padanya? Haruskah dia kehilangan suaranya yang begitu indah?
Malamnya aku dan orang tuaku membawa Justin ke rumah sakit. Dokter bilang, Justin kehilangan suaranya akibar pita suaranya yang berfungsi kurang baik karena dia hamper tak pernah megguakannya selama 3 bulan. Dokter bilang, suara Justin akan pulih dalam waktu yang cukup lama. aku begitu sedih. Namun, kurasa Justin lebih tabah dariku. Dia sudah kembali menjadi dirinya.
###
Aku mengajarinya beberapa bahasa isyarat yang aku pelajari di internet, dan dia berkomunikasi dengan notenya.begitu pla denga Chaz, ryan da Chris. Namun, akhir- akhir ini, Justin sering memegangi kepalanya dan meringis kesakitan.
“ what happen?” tanyaku
“ no prob.” Tulisnya di note.
Namun, akhirnya kukethui ternyata Justin mengidap kanker otak stadium 1. Karena aku tak sengaja menemukan surat keterangan dokter di meja belajar kamarnya.
“kenapa kau tak pernah mengatakannya padaku?”
“ aku.. tidak ingin kau khawatir.” Digerakkan tangannya mengatakan dalam bahasa isyarat dengan tangan gemetar. Kemudian dia memelukku dan membiarkan air mataku jatuh di pundaknya.
###
Sore itu, Justin menemaniku pergi ke toko alat lukis untuk membeli kanvas. Akhir- akhir ini aku mulai bersemangat lagi untuk melukis, setelah bertahun- tahun aku tinggalkan. Hasilnya tidak begitu buruk.
Sore yang indah dan banyak orang keluar untuk sekedar berjalan- jalan. Dan sesuatu terjadi. Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi mengarah kearahku, namun, sebelum mobil itu menyentuhku seseorang mendorongku, dan aku melihatnya. Justin terpelanting dan mendarat diatas aspal jalanan yang keras. Darah membanjiri kaus dan wajahnya. Aku langsung menghampirinya. Menatap wajahnya yang berlumuran darah, namun matanya tetap terbuka. Air mataku mengalir deras dan segera kutelepon 9-1-1. Tak lama, ambulance datang dan membawanya ke rumah sakit.
Kutelepon ayah dan ibuku dan memberitahukan apa yang terjadi. Mereka bilang akan segera kesini setelah urusan mereka selesai. Dan setelah 2 jam, tepat saat orang tuaku tiba, dokter keluar.
“ bagaimana keadaannya?” tanyaku.
“ lukanya cukup serius. Tapi kami berhasil menyelamatkannya. Anda boleh melihatnya sekarang.” Ucap dokter.
Aku masuk ke ruangan tempat justin berada. Justin tergeletak tak berdaya diatas kasur dengan perban melilit kaki, tangan, serta bagian atas kepalanya. Matanya menutup dan bibirnya terkatup rapat. Aku berharap akan tetap dapat melihat mata coklat dibalik kelopaknya serta senyum yang tersungging dibibirnya.
Beberapa saat kemudian, Chaz, Ryan, dan Chris datang. Namun, mereka tak bisa menunggui hingga malam karena ada pekerjaan tambahan. Karena mereka semua mempunyai pekerjaan sampingan. Aku maklum dan membiarkan mereka pergi.
Dan malam itu, kulihat Justin mulai membuka mata dan aku menggenggam tangannya. Air mataku mengalir, dan dia tersenyum lemah padaku. Dan kudengar bisikan kecil. “ don’t cry”
“ Justin… u’re talkin. It’s a miracle” ucapku. Dia membalasnya dengan  senyuman lemah.
“ don’t cry..” bisiknya lagi dengan susah payah.
“ ya… Im not cryin” ucapku sambil menghapus air mata.
 namun, disaat semua kebahagiaan itu berlangsung, Justin mengalami kolaps, dokter dan suster memeganginya. matanya tetap terbuka. tadinya kukira Justin akan benar benar pergi. tapi, dia mengedipkan matanya dan mata itu akhirnya tertutup lagi dan dia bernafas dengan teratur.
Dan saat dia sudah sadar, dia menyuruhku duduk disampingnya. dia meletakkan tanganku diatas dadanya, tepat diatas jantungnya yang berdetak lemah.
" promise.." bisiknya lemah dengan susah payah. jari  kelingkingnya bertaut dengan jari kelingkingku.
" promise, u'll love me.."
" i always loved u.." ucapku.dia tersenyum kearahku dengan lemah. kemudian mulai memejamkan matanya. dan kurasakan detak jantungnya mulai melemah dan akhirnya berhenti dan monitor jantungnya bergaris lurus. aku menangis diatas dadanya yang dingin. menangis diatas dadanya yang telah tak berdetak.
" i always loved u... forever.. forever..."

the end.
end notes: sorry, kalau ceritanya kurang bagus. haha... :)